Pendidikan Kebijaksanaan Pekerti
Rabu, 30 Januari 2019
Edit
Pengertian Pendidikan Budi Pekerti
Pada hakekatnya, pendidikan kebijaksanaan pekerti mempunyai substansi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Pengertian pendidikan kebijaksanaan pekerti berdasarkan Haidar (2004) yaitu perjuangan sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam sikap dan prilaku akseptor didik semoga mempunyai sikap dan prilaku yang luhur (berakhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama insan maupun dengan alam/lingkungan.
Tujuan pendidikan Budi Pekerti yaitu untuk menyebarkan nilai, sikap dan prilaku siswa yang memancarkan budbahasa mulia/budi pekerti luhur (Haidar, 2004). Hal ini mengandung arti bahwa dalam pendidikan Budi Pekerti, nilai-nilai yang ingin dibuat yaitu nilai-nilai budbahasa yang mulia, yaitu tertanamnya nilai-nilai budbahasa yang mulia ke dalam diri akseptor didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.
Pengertian pendidikan kebijaksanaan pekerti berdasarkan Haidar (2004) yaitu perjuangan sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam sikap dan prilaku akseptor didik semoga mempunyai sikap dan prilaku yang luhur (berakhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama insan maupun dengan alam/lingkungan.
Tujuan pendidikan Budi Pekerti yaitu untuk menyebarkan nilai, sikap dan prilaku siswa yang memancarkan budbahasa mulia/budi pekerti luhur (Haidar, 2004). Hal ini mengandung arti bahwa dalam pendidikan Budi Pekerti, nilai-nilai yang ingin dibuat yaitu nilai-nilai budbahasa yang mulia, yaitu tertanamnya nilai-nilai budbahasa yang mulia ke dalam diri akseptor didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.
Penerapan Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah
Secara teknis, penerapan pendidikan kebijaksanaan pekerti di sekolah setidaknya sanggup ditempuh melalui empat alternatif seni manajemen secara terpadu.
Strategi pertama ialah dengan mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan kebijaksanaan pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama, kwarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah).
Strategi kedua ialah dengan mengintegrasikan pendidikan kebijaksanaan pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah.
Strategi ketiga ialah dengan mengintegrasikan pendidikan kebijaksanaan pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan.
Strategi keempat ialah dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang renta akseptor didik.
Berkaitan dengan implementasi seni manajemen pendidikan kebijaksanaan pekerti dalam kegiatan sehari-hari, secara teknis sanggup dilakukan melalui:
a. Keteladanan
Dalam kegiatan sehari-hari guru, kepala sekolah, staf administrasi, bahkan juga pengawas harus sanggup menjadi contoh atau model yang baik bagi murid-murid di sekolah. Sebagai misal, kalau guru ingin mengajarkan kesabaran kepada siswanya, maka terlebih dahulu guru harus bisa menjadi sosok yang sabar dihadapan murid-muridnya.
Begitu juga ketika guru hendak mengajarkan perihal pentingnya kedisiplinan kepada murid-muridnya, maka guru tersebut harus bisa menawarkan contoh terlebih dahulu sebagai guru yang disiplin dalam menjalankan kiprah pekerjaannya.
Tanpa keteladanan, murid-murid hanya akan menganggap permintaan moral yang disampaikan sebagai sesuatu yang omong kosong belaka, yang pada kesudahannya nilai-nilai moral yang diajarkan tersebut hanya akan berhenti sebagai pengetahuan saja tanpa makna.
b. Kegiatan spontan.
Kegiatan impulsif yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara impulsif pada ketika itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada ketika guru mengetahui sikap/tingkah laris akseptor didik yang kurang baik, menyerupai berkelahi dengan temannya, meminta sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding, mengambil barang milik orang lain, berbicara kasar, dan sebagainya.
Dalam setiap kejadian yang impulsif tersebut, guru sanggup menanamkan nilai-nilai moral atau kebijaksanaan pekerti yang baik kepada para siswa, contohnya ketika guru melihat dua orang siswa yang bertengkar/berkelahi di kelas sebab memperebutkan sesuatu, guru sanggup memasukkan nilai-nilai perihal pentingnya sikap maaf-memaafkan, saling menghormati, dan sikap saling mengasihi dalam konteks anutan agama dan juga budaya.
c. Teguran.
Guru perlu menegur akseptor didik yang melaksanakan sikap jelek dan mengingatkannya semoga mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru sanggup membantu mengubah tingkah laris mereka.
d. Pengkondisian lingkungan.
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa melalui penyediaan sarana fisik yang sanggup menunjang tercapainya pendidikan kebijaksanaan pekerti.
Contohnya ialah dengan penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai kebijaksanaan pekerti yang gampang dibaca oleh akseptor didik, dan aturan/tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga gampang dibaca oleh setiap akseptor didik.
e. Kegiatan rutin.
Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan akseptor didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat.
Contoh kegiatan ini yaitu berbaris masuk ruang kelas untuk mengajarkan budaya antri, berdoa sebelum dan setelah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, dan membersihkan ruang kelas tempat belajar.
Hambatan dalam penerapan pendidikan kebijaksanaan pekerti di sekolah
Dalam realitasnya antara apa yang diajarkan guru kepada akseptor didik di sekolah dengan apa yang diajarkan oleh orang renta di rumah, sering kali kontra produktif atau terjadi benturan nilai.
Untuk itu semoga proses pendidikan kebijaksanaan pekerti di sekolah sanggup berjalan secara optimal dan efektif, pihak sekolah perlu membangun komunikasi dan kerjasama dengan orang renta murid berkenaan dengan aneka macam kegiatan dan kegiatan pendidikan kebijaksanaan pekerti yang telah dirumuskan atau direncanakan oleh sekolah. Tujuannya ialah semoga terjadi singkronisasi nilai-nilai pendidikan kebijaksanaan pekerti yang di ajarkan di sekolah dengan apa yang ajarkan orang renta di rumah.
Selain itu, semoga pendidikan kebijaksanaan pekerti di sekolah dan di rumah sanggup berjalan searah, sebaiknya bila memungkinkan orang renta murid hendaknya juga dilibatkan dalam proses identifikasi kebutuhan kegiatan pendidikan kebijaksanaan pekerti di sekolah.
Dengan pelibatan orang renta murid dalam proses perencanaan kegiatan pendidikan kebijaksanaan pekerti di sekolah, diperlukan orang renta murid tidak hanya menyerahkan proses pendidikan kebijaksanaan pekerti belum dewasa mereka kepada pihak sekolah, tetapi juga sanggup ikut serta mengambil tanggung jawab dalam proses pendidikan kebijaksanaan pekerti belum dewasa mereka di keluarga.
Strategi pertama ialah dengan mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan kebijaksanaan pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama, kwarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah).
Strategi kedua ialah dengan mengintegrasikan pendidikan kebijaksanaan pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah.
Strategi ketiga ialah dengan mengintegrasikan pendidikan kebijaksanaan pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan.
Strategi keempat ialah dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang renta akseptor didik.
Berkaitan dengan implementasi seni manajemen pendidikan kebijaksanaan pekerti dalam kegiatan sehari-hari, secara teknis sanggup dilakukan melalui:
a. Keteladanan
Dalam kegiatan sehari-hari guru, kepala sekolah, staf administrasi, bahkan juga pengawas harus sanggup menjadi contoh atau model yang baik bagi murid-murid di sekolah. Sebagai misal, kalau guru ingin mengajarkan kesabaran kepada siswanya, maka terlebih dahulu guru harus bisa menjadi sosok yang sabar dihadapan murid-muridnya.
Begitu juga ketika guru hendak mengajarkan perihal pentingnya kedisiplinan kepada murid-muridnya, maka guru tersebut harus bisa menawarkan contoh terlebih dahulu sebagai guru yang disiplin dalam menjalankan kiprah pekerjaannya.
Tanpa keteladanan, murid-murid hanya akan menganggap permintaan moral yang disampaikan sebagai sesuatu yang omong kosong belaka, yang pada kesudahannya nilai-nilai moral yang diajarkan tersebut hanya akan berhenti sebagai pengetahuan saja tanpa makna.
b. Kegiatan spontan.
Kegiatan impulsif yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara impulsif pada ketika itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada ketika guru mengetahui sikap/tingkah laris akseptor didik yang kurang baik, menyerupai berkelahi dengan temannya, meminta sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding, mengambil barang milik orang lain, berbicara kasar, dan sebagainya.
Dalam setiap kejadian yang impulsif tersebut, guru sanggup menanamkan nilai-nilai moral atau kebijaksanaan pekerti yang baik kepada para siswa, contohnya ketika guru melihat dua orang siswa yang bertengkar/berkelahi di kelas sebab memperebutkan sesuatu, guru sanggup memasukkan nilai-nilai perihal pentingnya sikap maaf-memaafkan, saling menghormati, dan sikap saling mengasihi dalam konteks anutan agama dan juga budaya.
c. Teguran.
Guru perlu menegur akseptor didik yang melaksanakan sikap jelek dan mengingatkannya semoga mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru sanggup membantu mengubah tingkah laris mereka.
d. Pengkondisian lingkungan.
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa melalui penyediaan sarana fisik yang sanggup menunjang tercapainya pendidikan kebijaksanaan pekerti.
Contohnya ialah dengan penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai kebijaksanaan pekerti yang gampang dibaca oleh akseptor didik, dan aturan/tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga gampang dibaca oleh setiap akseptor didik.
e. Kegiatan rutin.
Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan akseptor didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat.
Contoh kegiatan ini yaitu berbaris masuk ruang kelas untuk mengajarkan budaya antri, berdoa sebelum dan setelah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, dan membersihkan ruang kelas tempat belajar.
Hambatan dalam penerapan pendidikan kebijaksanaan pekerti di sekolah
Dalam realitasnya antara apa yang diajarkan guru kepada akseptor didik di sekolah dengan apa yang diajarkan oleh orang renta di rumah, sering kali kontra produktif atau terjadi benturan nilai.
Untuk itu semoga proses pendidikan kebijaksanaan pekerti di sekolah sanggup berjalan secara optimal dan efektif, pihak sekolah perlu membangun komunikasi dan kerjasama dengan orang renta murid berkenaan dengan aneka macam kegiatan dan kegiatan pendidikan kebijaksanaan pekerti yang telah dirumuskan atau direncanakan oleh sekolah. Tujuannya ialah semoga terjadi singkronisasi nilai-nilai pendidikan kebijaksanaan pekerti yang di ajarkan di sekolah dengan apa yang ajarkan orang renta di rumah.
Selain itu, semoga pendidikan kebijaksanaan pekerti di sekolah dan di rumah sanggup berjalan searah, sebaiknya bila memungkinkan orang renta murid hendaknya juga dilibatkan dalam proses identifikasi kebutuhan kegiatan pendidikan kebijaksanaan pekerti di sekolah.
Dengan pelibatan orang renta murid dalam proses perencanaan kegiatan pendidikan kebijaksanaan pekerti di sekolah, diperlukan orang renta murid tidak hanya menyerahkan proses pendidikan kebijaksanaan pekerti belum dewasa mereka kepada pihak sekolah, tetapi juga sanggup ikut serta mengambil tanggung jawab dalam proses pendidikan kebijaksanaan pekerti belum dewasa mereka di keluarga.
sumber: mencar ilmu psikologi.com
Read more: Pendidikan Budi Pekerti >> Pengertian, Tujuan Pendidikan Budi Pekerti | belajarpsikologi.com
Read more: Pendidikan Budi Pekerti >> Pengertian, Tujuan Pendidikan Budi Pekerti | belajarpsikologi.com